If Only
If only i could kill my feeling instead of my life....
If only i could turn my time back....
If only i'm not the man i used to be....
but saying if only is just for a pathetic man.....
Wednesday, March 28, 2007
Saturday, March 24, 2007
Hati Tak BerPengalaman
Salah satu dialog "William Thucker (Hugh Grant)" di Nothing Hill. Filmnya memang sudah lama, tapi "kena"nya baru sekarang. Sighs...memang....I just want to laugh for myself....
They said, experience is the best teacher. And I wouldn't said so if i dont have my own experience. And now, yes, i think that words mean a lot. Dalam lanjutan dialognya, "aku hanya pria sederhana, yang tidak sering berganti cinta...bla..bla..bla..", kalau aku tidak salah ingat. Diucapkan dengan aksen Britain yang kental.....sempurna.
Terus terang, baru kemarin aku menonton film itu dari awal sampai akhir.
Dalam hal kerjaan yang lebih sering dicari oleh perusahaan adalah pekerja yang berpengalaman. Sampai-sampai ada istilah sudah banyak makan asam garam, yang artinya sudah (lebih) berpengalaman. Yah, ada beberapa yang tidak memerlukan pengalaman, tapi pasti hanya sedikit yang demikian. Dalam hal kompleksitas hidup pengalaman adalah jaminan mutu. Dalam menjalin hubungan bisnis, pengalaman bisa jadi modal yang besar. Tapi, bagaimana dengan hati?
Hahahaha..... kliatannya dalam hal yang satu ini ak mesti mengakui kalau hatiku tak berpengalaman. Dua kali patah hati, dan yang kedua sepertinya yang terburuk, sejauh pengalaman hatiku. Kok aku malah tertawa ya? Mungkin aku tertawa pada "kebodohanku", istilah yang sering aku pakai bersama teman-temanku.....
Aku harus berterima kasih pada seorang perempuan yang telah memberi pelajaran yang berharga untuk pengalaman hati. Pengalaman bisa berujud dalam 2 realitas dan 1 alternatif lain.. Pengalaman buruk, dan pengalaman yang tidak terlalu buruk. Dan satu yang lagi yang paling sering dicari orang adalah pengalaman baik...sighs.... Celakanya, kali ini yang aku terima adalah pengalaman yang buruk, teramat buruk. Sebuah percakapan semalaman mengajarkan hatiku untuk menerima perubahan, apapun wujudnya dan apapun resiko yang harus ada karena perubahan itu. Seorang yang sekeras apapun wataknya tetap memiliki peluang untuk berubah. Dan celakanya lagi, perubahan itu harus dihadapi oleh hati yang tidak berpengalaman. Sekarang, terserah hatimu mau mengambil pengalaman itu sebagai pelajaran atau sebagai alasan untuk membenci hidup.
Well, sebenarnya sampai sekarang aku masih terpikirkan pada pilihan yang kedua, tapi paling tidak sampai detik ini aku akan mencoba untuk memberikan kesempatan pada pilihan yang pertama. I Hope so....
Yang masih menjadi pertanyaan, apa hati ini akan tetap tak berpengalaman? Atau selepas pengalaman buruk ini hati ini akan belajar, minimal belajar menerima? Apakah hati masih mampu untuk mencoba meskipun aku tahu hati yang tak berpengalaman pasti terkekang oleh perasaan takut tersakiti lagi?
Tinggalkan setiap omong kosong, kalau memang harus berjuang lagi, berjuanglah. Temukan cara lain untuk mengejar hatiku..... biarlah hati tetap tak berpengalaman, yang terpenting adalah tidak menyerah.... dan melawan.....
sampai kapan..?? Entah.... sampai aku merasa tidak memerlukan dunia ini lagi.... mungkin.....
Salah satu dialog "William Thucker (Hugh Grant)" di Nothing Hill. Filmnya memang sudah lama, tapi "kena"nya baru sekarang. Sighs...memang....I just want to laugh for myself....
They said, experience is the best teacher. And I wouldn't said so if i dont have my own experience. And now, yes, i think that words mean a lot. Dalam lanjutan dialognya, "aku hanya pria sederhana, yang tidak sering berganti cinta...bla..bla..bla..", kalau aku tidak salah ingat. Diucapkan dengan aksen Britain yang kental.....sempurna.
Terus terang, baru kemarin aku menonton film itu dari awal sampai akhir.
Dalam hal kerjaan yang lebih sering dicari oleh perusahaan adalah pekerja yang berpengalaman. Sampai-sampai ada istilah sudah banyak makan asam garam, yang artinya sudah (lebih) berpengalaman. Yah, ada beberapa yang tidak memerlukan pengalaman, tapi pasti hanya sedikit yang demikian. Dalam hal kompleksitas hidup pengalaman adalah jaminan mutu. Dalam menjalin hubungan bisnis, pengalaman bisa jadi modal yang besar. Tapi, bagaimana dengan hati?
Hahahaha..... kliatannya dalam hal yang satu ini ak mesti mengakui kalau hatiku tak berpengalaman. Dua kali patah hati, dan yang kedua sepertinya yang terburuk, sejauh pengalaman hatiku. Kok aku malah tertawa ya? Mungkin aku tertawa pada "kebodohanku", istilah yang sering aku pakai bersama teman-temanku.....
Aku harus berterima kasih pada seorang perempuan yang telah memberi pelajaran yang berharga untuk pengalaman hati. Pengalaman bisa berujud dalam 2 realitas dan 1 alternatif lain.. Pengalaman buruk, dan pengalaman yang tidak terlalu buruk. Dan satu yang lagi yang paling sering dicari orang adalah pengalaman baik...sighs.... Celakanya, kali ini yang aku terima adalah pengalaman yang buruk, teramat buruk. Sebuah percakapan semalaman mengajarkan hatiku untuk menerima perubahan, apapun wujudnya dan apapun resiko yang harus ada karena perubahan itu. Seorang yang sekeras apapun wataknya tetap memiliki peluang untuk berubah. Dan celakanya lagi, perubahan itu harus dihadapi oleh hati yang tidak berpengalaman. Sekarang, terserah hatimu mau mengambil pengalaman itu sebagai pelajaran atau sebagai alasan untuk membenci hidup.
Well, sebenarnya sampai sekarang aku masih terpikirkan pada pilihan yang kedua, tapi paling tidak sampai detik ini aku akan mencoba untuk memberikan kesempatan pada pilihan yang pertama. I Hope so....
Yang masih menjadi pertanyaan, apa hati ini akan tetap tak berpengalaman? Atau selepas pengalaman buruk ini hati ini akan belajar, minimal belajar menerima? Apakah hati masih mampu untuk mencoba meskipun aku tahu hati yang tak berpengalaman pasti terkekang oleh perasaan takut tersakiti lagi?
Tinggalkan setiap omong kosong, kalau memang harus berjuang lagi, berjuanglah. Temukan cara lain untuk mengejar hatiku..... biarlah hati tetap tak berpengalaman, yang terpenting adalah tidak menyerah.... dan melawan.....
sampai kapan..?? Entah.... sampai aku merasa tidak memerlukan dunia ini lagi.... mungkin.....
Tuesday, March 20, 2007
Between Love, Hate, and Change
Ada beberapa hal yang setidaknya menjadi prioritas. Karena prioritas itulah juga akhirnya aku harus terdiam disini. Kadang merasakan sakit yang teramat, sampai-sampai pemutusan nyawa kadang muncul menyembul menjadi pilihan solusi. Tapi betapa beruntungnya aku karena nalar kemanusiaanku masih menahanku sampai detik ini, sampai tulisan ini termunculkan.
Apakah menyedihkan menjadi orang yang begitu mengagung-agungkan cinta? Apakah menyedihkan menjadi orang yang hanya bersemangatkan cinta pada seorang wanita? yah, kalian sudah tahu arah tulisan ini, atau paling tidak apa yang mendasari munculnya tulisan ini.
Ketika hari itu seseorang yang sepertinya sangat sempurna untuk menjadi teman hidupmu tiba-tiba memutuskan untuk pergi, kira-kira apa yang terjadi pada kewarasan otakku? coba tebak, terasa sakit yang teramat dalam. Pertama, sakit itu muncul karena ketidakpuasan. Lalu setelah kepuasan itu terpuaskan, rasa sakit yang kedua muncul karena alasan. Sepertinya setiap orang selalu mencari alasan atas apa yang mereka alami, tapi apakah alasan itu melegakan, atau malah menambah daftar panjang rasa sakit? Ketiga, sakit itu muncul karena kenyataan bahwa diantara kami ada perubahan. Yah, seharusnya aku tidak memakai kata kami lagi, karena sudah tidak ada kami, kita atau apapun itu.
Satu dan beberapa hal aku maknai. Saat ini, makna yang paling gampang aku terima adalah, tidak ada yang namanya harapan indah tentang cinta. Semua berdasarkan realitas, cinta itu hanya sebuah ungkapan utopis. Ketika perasaanmu terhalang restu, ketika perasaanmu menjadi rutinitas, dan ketika perasaanmu tertutup oleh gemerlapnya dunia di luar sana, yang menjadi garis akhir hanya sumpah serapah. Ya, sumpah serapah dan perasaan mual yang tak tertahankan sampa-sampai semua isi perut dan otakmu ingin kau tumpahkan.
Aku tak mau berbicara tentang hari esok, aku jalani saja hari ini. Kepercayaanku akan mukjizat tampaknya sekarang ini sudah tergantikan dengan hal-hal praktis. Meskipun kadang nyala lilin harapan masih sedikit terlihat, tapi dirikupun tak yakin bisa bertahan selama itu. Masih ada penantian yang aku pegang, kira-kira bulan Agustus aku akan mencoba mengemis lagi. Tapi, apakah aku mampu bertahan selama itu.
Hey, jika "kau yang aku maksud" membaca tulisan ini, tunggu saja, aku akan kembali, mencoba memperjuangkan kamu lagi. Tapi untuk saat ini kita jalani saja masing-masing jalan hidup kita. Meskipun sekarang aku masih terbayang oleh 4 tahun itu, dan pasti sulit sekali terlupakan. Yah, kita tunggu saja, apa yang bakal terjadi. Sighs.... aku benci menunggu.....
Ada beberapa hal yang setidaknya menjadi prioritas. Karena prioritas itulah juga akhirnya aku harus terdiam disini. Kadang merasakan sakit yang teramat, sampai-sampai pemutusan nyawa kadang muncul menyembul menjadi pilihan solusi. Tapi betapa beruntungnya aku karena nalar kemanusiaanku masih menahanku sampai detik ini, sampai tulisan ini termunculkan.
Apakah menyedihkan menjadi orang yang begitu mengagung-agungkan cinta? Apakah menyedihkan menjadi orang yang hanya bersemangatkan cinta pada seorang wanita? yah, kalian sudah tahu arah tulisan ini, atau paling tidak apa yang mendasari munculnya tulisan ini.
Ketika hari itu seseorang yang sepertinya sangat sempurna untuk menjadi teman hidupmu tiba-tiba memutuskan untuk pergi, kira-kira apa yang terjadi pada kewarasan otakku? coba tebak, terasa sakit yang teramat dalam. Pertama, sakit itu muncul karena ketidakpuasan. Lalu setelah kepuasan itu terpuaskan, rasa sakit yang kedua muncul karena alasan. Sepertinya setiap orang selalu mencari alasan atas apa yang mereka alami, tapi apakah alasan itu melegakan, atau malah menambah daftar panjang rasa sakit? Ketiga, sakit itu muncul karena kenyataan bahwa diantara kami ada perubahan. Yah, seharusnya aku tidak memakai kata kami lagi, karena sudah tidak ada kami, kita atau apapun itu.
Satu dan beberapa hal aku maknai. Saat ini, makna yang paling gampang aku terima adalah, tidak ada yang namanya harapan indah tentang cinta. Semua berdasarkan realitas, cinta itu hanya sebuah ungkapan utopis. Ketika perasaanmu terhalang restu, ketika perasaanmu menjadi rutinitas, dan ketika perasaanmu tertutup oleh gemerlapnya dunia di luar sana, yang menjadi garis akhir hanya sumpah serapah. Ya, sumpah serapah dan perasaan mual yang tak tertahankan sampa-sampai semua isi perut dan otakmu ingin kau tumpahkan.
Aku tak mau berbicara tentang hari esok, aku jalani saja hari ini. Kepercayaanku akan mukjizat tampaknya sekarang ini sudah tergantikan dengan hal-hal praktis. Meskipun kadang nyala lilin harapan masih sedikit terlihat, tapi dirikupun tak yakin bisa bertahan selama itu. Masih ada penantian yang aku pegang, kira-kira bulan Agustus aku akan mencoba mengemis lagi. Tapi, apakah aku mampu bertahan selama itu.
Hey, jika "kau yang aku maksud" membaca tulisan ini, tunggu saja, aku akan kembali, mencoba memperjuangkan kamu lagi. Tapi untuk saat ini kita jalani saja masing-masing jalan hidup kita. Meskipun sekarang aku masih terbayang oleh 4 tahun itu, dan pasti sulit sekali terlupakan. Yah, kita tunggu saja, apa yang bakal terjadi. Sighs.... aku benci menunggu.....
Subscribe to:
Posts (Atom)