Between Love, Hate, and Change
Ada beberapa hal yang setidaknya menjadi prioritas. Karena prioritas itulah juga akhirnya aku harus terdiam disini. Kadang merasakan sakit yang teramat, sampai-sampai pemutusan nyawa kadang muncul menyembul menjadi pilihan solusi. Tapi betapa beruntungnya aku karena nalar kemanusiaanku masih menahanku sampai detik ini, sampai tulisan ini termunculkan.
Apakah menyedihkan menjadi orang yang begitu mengagung-agungkan cinta? Apakah menyedihkan menjadi orang yang hanya bersemangatkan cinta pada seorang wanita? yah, kalian sudah tahu arah tulisan ini, atau paling tidak apa yang mendasari munculnya tulisan ini.
Ketika hari itu seseorang yang sepertinya sangat sempurna untuk menjadi teman hidupmu tiba-tiba memutuskan untuk pergi, kira-kira apa yang terjadi pada kewarasan otakku? coba tebak, terasa sakit yang teramat dalam. Pertama, sakit itu muncul karena ketidakpuasan. Lalu setelah kepuasan itu terpuaskan, rasa sakit yang kedua muncul karena alasan. Sepertinya setiap orang selalu mencari alasan atas apa yang mereka alami, tapi apakah alasan itu melegakan, atau malah menambah daftar panjang rasa sakit? Ketiga, sakit itu muncul karena kenyataan bahwa diantara kami ada perubahan. Yah, seharusnya aku tidak memakai kata kami lagi, karena sudah tidak ada kami, kita atau apapun itu.
Satu dan beberapa hal aku maknai. Saat ini, makna yang paling gampang aku terima adalah, tidak ada yang namanya harapan indah tentang cinta. Semua berdasarkan realitas, cinta itu hanya sebuah ungkapan utopis. Ketika perasaanmu terhalang restu, ketika perasaanmu menjadi rutinitas, dan ketika perasaanmu tertutup oleh gemerlapnya dunia di luar sana, yang menjadi garis akhir hanya sumpah serapah. Ya, sumpah serapah dan perasaan mual yang tak tertahankan sampa-sampai semua isi perut dan otakmu ingin kau tumpahkan.
Aku tak mau berbicara tentang hari esok, aku jalani saja hari ini. Kepercayaanku akan mukjizat tampaknya sekarang ini sudah tergantikan dengan hal-hal praktis. Meskipun kadang nyala lilin harapan masih sedikit terlihat, tapi dirikupun tak yakin bisa bertahan selama itu. Masih ada penantian yang aku pegang, kira-kira bulan Agustus aku akan mencoba mengemis lagi. Tapi, apakah aku mampu bertahan selama itu.
Hey, jika "kau yang aku maksud" membaca tulisan ini, tunggu saja, aku akan kembali, mencoba memperjuangkan kamu lagi. Tapi untuk saat ini kita jalani saja masing-masing jalan hidup kita. Meskipun sekarang aku masih terbayang oleh 4 tahun itu, dan pasti sulit sekali terlupakan. Yah, kita tunggu saja, apa yang bakal terjadi. Sighs.... aku benci menunggu.....
Tuesday, March 20, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment